2.1 Sejarah tentang TV Analog dan TV Digital
Televisi digital atau DTV adalah jenis televisi yang
menggunakan modulasi digital
dan sistem kompresi untuk menyiarkan sinyal gambar, suara,
dan data ke pesawat
televisi. Televisi digital merupakan alat yang digunakan
untuk menangkap siaran
TV digital, perkembangan dari sistem siaran analog ke
digital yang mengubah
informasi menjadi sinyal digital berbentuk bit data seperti
komputer.
Dalam penemuan televisi, terdapat banyak pihak, penemu
maupun inovator yang
terlibat, baik perorangan maupun badan usaha. Televisi
adalah karya massal yang
dikembangkan dari tahun ke tahun. Awal dari televisi tentu
tidak bisa dipisahkan
dari penemuan dasar, hukum gelombang elektromagnetik yang
ditemukan oleh
Joseph Henry dan Michael Faraday (1831) yang merupakan awal
dari era
komunikasi elektronik.
1876 – George Carey menciptakan selenium camera yang
digambarkan dapat
membuat seseorang melihat gelombang listrik. Belakangan,
Eugen Goldstein
menyebut tembakan gelombang sinar dalam tabung hampa itu
dinamakan sebagai
sinar katoda.
1884 – Paul Nipkov, Ilmuwan Jerman, berhasil mengirim gambar
elektronik
menggunakan kepingan logam yang disebut teleskop elektrik
dengan resolusi 18 garis.
1888 – Freidrich Reinitzeer, ahli botani Austria, menemukan
cairan kristal
(liquid crystals), yang kelak menjadi bahan baku pembuatan
LCD. Namun LCD
baru dikembangkan sebagai layar 60 tahun kemudian.
1897 – Tabung Sinar Katoda (CRT) pertama diciptakan ilmuwan
Jerman, Karl
Ferdinand Braun. Ia membuat CRT dengan layar berpendar bila
terkena sinar.
Inilah yang menjadi dassar televisi layar tabung.
1900 – Istilah Televisi pertama kali dikemukakan Constatin
Perskyl dari Rusia pada
acara International Congress of Electricity yang pertama
dalam Pameran Teknologi
Dunia di Paris.
1907 – Campbell Swinton dan Boris Rosing dalam percobaan
terpisah menggunakan
sinar katoda untuk mengirim gambar.
1927 – Philo T Farnsworth ilmuwan asal Utah, Amerika Serikat
mengembangkan
televisi modern pertama saat berusia 21 tahun. Gagasannya
tentang image dissector
tube menjadi dasar kerja televisi.
1929 – Vladimir Zworykin dari Rusia menyempurnakan tabung
katoda yang
dinamakan kinescope. Temuannya mengembangkan teknologi yang
dimiliki CRT.
1940 – Peter Goldmark menciptakan televisi warna dengan
resolusi mencapai
343 garis.
1958 – Sebuah karya tulis ilmiah pertama tentang LCD sebagai
tampilan
dikemukakan Dr. Glenn Brown.
1964 – Prototipe sel tunggal display Televisi Plasma
pertamakali diciptakan
Donald Bitzer dan Gene Slottow. Langkah ini dilanjutkan
Larry Weber.
1967 – James Fergason menemukan teknik twisted nematic,
layar LCD yang lebih
praktis.
1968 – Layar LCD pertama kali diperkenalkan lembaga RCA yang
dipimpin George
Heilmeier.
1975 – Larry Weber dari Universitas Illionis mulai merancang
layar plasma berwarna.
1979 – Para Ilmuwan dari perusahaan Kodak berhasil
menciptakan tampilan jenis
baru organic light emitting diode (OLED). Sejak itu, mereka
terus mengembangkan
jenis televisi OLED. Sementara itu, Walter Spear dan Peter
Le Comber membuat
display warna LCD dari bahan thin film transfer yang ringan.
1981 – Stasiun televisi Jepang, NHK, mendemonstrasikan
teknologi HDTV dengan
resolusi mencapai 1.125 garis.
1987 – Kodak mematenkan temuan OLED sebagai peralatan
display pertama kali.
1995 – Setelah puluhan tahun melakukan penelitian, akhirnya
proyek layar plasma
Larry Weber selesai. Ia berhasil menciptakan layar plasma
yang lebih stabil dan
cemerlang. Larry Weber kemudian megadakan riset dengan
investasi senilai
26 juta dolar Amerika Serikat dari perusahaan Matsushita.
dekade 2000- Masing masing jenis teknologi layar semakin
disempurnakan. Baik
LCD, Plasma maupun CRT terus mengeluarkan produk
terakhir yang lebih sempurna
dari sebelumnya.
Pengertian Televisi Analog.
Pada televisi analog, alat yang digunakan untuk mengkodekan
informasi gambar
yaitu dengan memvariasikan voltase dan / atau frekuensi dari
sinyal. selanjutnya
seluruh sistem yang ada sebelum televisi digital dapat
dimasukan ke sistem analog.
Sistem ini dianggap lebih ribet atau sulit. Pada
sistem analog dibutuhkan antena
dan kabel yang membantu dalam proses penyiaran.
2.2. Perbedaan antara TV Analog dan TV Digital
· Kualitas gambar
dan suara
Siaran televisi digital terestrial menyajikan gambar dan
suara yang jauh lebih stabil
dan resolusi lebih tajam ketimbang analog. Hal ini
dimungkinkan oleh penggunaan
sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM)
yang mampu mengatasi
efek lintas jamak (multipath). Pada sistem analog, efek
lintasan jamak
menimbulkan echo atau gaung yang berakibat munculnya gambar
ganda (seakan ada bayangan).
Penyiaran televisi digital menawarkan kualitas gambar yang
sama dengan kualitas DVD, bahkan stasiun-stasiun televisi dapat memancarkan
programnya dalam format 16:9 (layar lebar) dengan standar Standard Definition
(SD) maupun High Definition (HD). Kualitas suara pun mampu mencapai kualitas CD
Stereo, bahkan stasiun televisi dapat memancarkan suara dengan Surround Sound
(Dolby DigitalTM).
· Tahan perubahan
lingkungan
Siaran televisi digital terestrial memiliki ketahanan
terhadap perubahan lingkungan
yang terjadi karena pergerakan pesawat penerima (untuk
penerimaan mobile TV),
misalnya di kendaraan yang bergerak, sehingga tidak terjadi
gambar bergoyang
atau berubah-ubah kualitasnya seperti pada TV analog saat
ini.
· Tahan terhadap
efek interferensi
Teknologi ini punya ketahanan terhadap efek interferensi,
derau dan fading, serta
kemudahannya untuk dilakukan proses perbaikan (recovery)
terhadap sinyal yang
rusak akibat proses pengiriman atau transmisi sinyal.
Perbaikan akan dilakukan di
bagian penerima dengan suatu kode koreksi error (error
correction code) tertentu.
· Efisiensi
spektrum/kanal
Teknologi siaran televisi digital lebih efisien dalam
pemanfaatan spektrum dibanding
siaran televisi analog. Secara teknis, pita spektrum
frekuensi radio yang digunakan
untuk siaran televisi analog dapat digunakan untuk penyiaran
televisi digital
sehingga tidak perlu ada perubahan pita alokasi baik VHF
maupun UHF.
Sedangkan lebar pita frekuensi yang digunakan untuk analog
dan digital
berbanding 1 : 6, artinya bila pada teknologi analog
memerlukan pita selebar 8 MHz
untuk satu kanal transmisi, maka pada teknologi
digital untuk lebar pita frekuensi
yang sama dengan teknik multiplex dapat digunakan untuk
memancarkan sebanyak
6 hingga 8 kanal transmisi sekaligus dengan program
yang berbeda tentunya.
2.3. Cara memproduksi siaran TV Analog dan TV Digital
TV Analog
TV Digital
Dari
gambar di atas, nampak perbedaan yang sangat mendasar antara
siaran tv digital (B) dan siaran tv analog (A). Siaran tv
analog, konten siarannya
analog dipancarkan melalui pemancar analog menjadi sinyal tv
analog pada
frekuensi radio uhf/vhf dan diterima oleh pesawat tv analog
melalu antena uhf/vhf.
Sedangkan siaran tv digital, konten siarannya digital, atau kalau
masih
analog di-encoding ke digital, dipancarkan tetap pada
frekuensi radio uhf/vhf oleh
pemancar digital menjadi sinyal tv digital, diterima antena
biasa uhf/vhf yang
dilengkapi penerima digital (set top box-STB) yang
berfungsi mengkonversi
sinyal tv digital menjadi sinyal yang bisa diterima tv
analog.
Pada pesawat tv digital tidak lagi memerlukan set top box
(penerima digital)
karena sudah terintegrasi di dalamnya. Sistem penyiaran tv
digital di Indonesia
menggunakan standar penyiaran DVB-T2 (Digital Video
Broadcasting-Terrestrial
Second generation). Ini berarti untuk dapat menerima
siaran tv digital, pesawat tv
harus dilengkapi alat penerima sinyal tv digital DVB-T2 (Set
Top Box – DVB-T2).
Perangkat TV Analog menggunakan tabung katoda sebagai display,
sementara TV Digital menggunakan panel layar datar seperti
LCD, plasma, atau
LED. Akibatnya, TV Analog cenderung lebih besar dan tebal
dibandingkan dengan
TV Digital. TV Analog juga mengonsumsi daya yang lebih
banyak dibandingkan
dengan TV Digital.
Resolusi perangkat TV Digital bisa diatur di angka 480p (SD =
Standar
Definition) atau bahkan di 780p atau 1080i / p yang dikenal
sebagai HD atau high
definition. HD memungkinkan untuk meningkatkan ukuran TV
tanpa mengorbankan
kualitas gambar pada layar. TV Analog menggunakan resolusi
SD. Meskipun telah
ada upaya untuk mengimplementasikan HDTV untuk TV
Analog, akan tetapi
persyaratan dalam hal bandwidth yang terlalu besar sehingga
tidak mungkin
diterapkan.
Dalam
produksinya, TV Analog biasanya terbatas pada ukuran di bawah
30 inci karena membuat ukuran layar lebih besar menimbulkan
tantangan yang lebih
besar tanpa keuntungan nyata dalam kualitas gambar.
Sementara TV Digital telah
berkembang hingga dapat memiliki layar dengan ukuran lebih
dari 50 inci.
2.4. Cara distribusi siaran untuk TV Analog dan TV
Digital
Proses Pendistribusian dan
Penerimaan TV Analog dan Digital
Pada
TV Analog, untuk mendapatkan siaran televisi digunakan alat
penangkap sinyal yang disebut antena. Pada siaran televisi
analog, semakin jauh letak
antena dari stasiun pemancar televisi, sinyal yang diterima
akan melemah dan
mengakibatkan gambar yang diterima oleh pesawat televisi
menjadi buruk dan
berbayang.
Sedangkan pada TV Digital, proses penerimaan sinyal gambar, suara,
dan
data yaitu menggunakan modulasi digital dan sistem kompresi.
Modulasi itu sendiri
adalah proses perubahan suatu gelombang periodik sehingga
menjadikan suatu
sinyal mampu membawa suatu informasi. Dengan proses
modulasi, suatu informasi
(biasanya berfrekeunsi rendah) bisa dimasukkan ke dalam
suatu gelombang pembawa,
biasanya berupa gelombang sinus berfrekuensi tinggi.
Peralatan untuk melaksanakan
proses modulasi disebut modulator, sedangkan peralatan untuk
memperoleh informasi
informasi awal (kebalikan dari dari proses modulasi) disebut
demodulator dan peralatan
yang melaksanakan kedua proses tersebut disebut modem.
Kalau
pada sistem TV analog yang sekarang ini kita nikmati sebuah kanal RF
hanya ditempati oleh satu sinyal program siaran TV, maka
pada sistem digital setiap
kanal RF dapat digunakan bersama secara multipleks oleh
beberapa program siaran.
Di samping itu, teknik modulasi digital disertai pengolahan
sinyal yang canggih
memungkinkan sistem TV digital lebih tahan terhadap gangguan
derau, distorsi oleh
kanal, maupun efek interferensi. Akibatnya kualitas gambar
yang dihasilkan juga lebih
baik dibandingkan sistem analog. Contoh penerimaan gambar di
dalam gedung: siaran
analog mengalami efek gambar ganda atau ghost sedangkan
siaran digital memberikan
gambar sempurna Di samping itu, teknologi digital
memungkinkan jaringan pemancar
TV yang bekerja pada frekuensi yang sama (single frequency
network, SFN) untuk
meningkatkan cakupan dan kualitas sinyal.Dari dua hal di
atas, kapasitas dan kualitas,
tampak bahwa sistem TV digital punya daya tarik yang tinggi,
baik bagi masyarakat
sebagai konsumen maupun bagi industri dan pemerintah.
Misalkan saja setiap kanal
RF memultipleks 5 program siaran, berarti teknologi ini
menjanjikan lapangan kerja
minimal 5 kali lebih besar di bidang industri kreatif.
Demikian pula penerimaan gambar
yang lebih baik dibanding analog, dalam kondisi nonLOS dan
bergerak, tentu menarik
bagi penikmat TV dengan mobilitas tinggi. Di Indonesia,
migrasi dari analog ke digital
menuntut tersedianya perangkat decoder atau settop box yang
murah, sedemikian
hingga seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati siaran TV
digital tanpa perlu
membeli pesawat TV baru.
2.5. Cara memproduksi film Digital
Proses filmmaking dilakukan di banyak tempat di seluruh
dunia dengan berbagai
konteks ekonomi, sosial, politik, serta menggunakan
teknologi dan teknik yang
sistematik. cara pembuatan film yang satu dengan lain pada
dasarnya sama, yang
membedakan adalah tantangan untuk mewujudkan step by step
pembuatan tersebut.
1. Menentukan Ide Cerita
Buatlah sebuah ide cerita untuk filmmu. tentukan terlebih dulu genre
film
yang ingin kamu buat. Drama, horor, action, atau genre lain.
Usahakan untuk
menciptakan ide cerita yang tidak pasaran. Kalau toh kamu
ingin mengangkat cerita
yang sudah umum, kemaslah dengan unik. Selain itu, cobalah
untuk menentukan
tema cerita yang familiar dengan masyarakat karena biasanya
masyarakat suka
menintin film yang “ini kisah gue banget loh”.
2. Tentukan Sasaran Penonton
Setelah menentukan ide cerita dan tema. Tentukan pula film ini
ingin
ditujukan untuk siapa? Apakah anak-anak, remaja, atau
dewasa? menentukan
segmentasi penonton akan mempermudah kita membuat alur
cerita yang menarik.
3. Membuat Sinopsis Film
Sinopsis adalah komponen yang harus ada dalam sebuah film. Semua
film
memerlukan sinopsis, tidak terkecuali film dokumenter.
Tulislah sinopsis yang ringkas,
padat, jelas, tepat sasaran dengan konflik yang jelas, dan
ending yang bisa memberi
kejutan bagi penonton.
4. Menulis Skenario
Setelah membuat sinopsis singkat, langkah selanjutnya adalah
menulis
skenario. Skenario ini bisa kamu tulis sendiri atau meminta
orang lain (yang kompeten)
untuk menuliskannya. Skenario harus ditulis seecara detail
dan rinci. Dimana scene
akan diambil (apakah diluar atau di dalam ruangan),
bagaimana ekspresi dan
gerak-gerik para pemain, serta penjelasan dilokasi mana
mereka akan mengambil
gambar.
5. Menyiapkan Alat-alat Teknis
Tentukan story board (alat perencanaan yang menggambarkan urutan
kejadian berupa kumpulan gambar dalam sketsa sederhana),
tentukan lokasi yang
sesuai dengan skenario. Siapkan kru, lampu, kamera, setting,
property, kostum,
make up team, dll.
6. Tentukan Budget
Setelah menentukan semua alat teknis dan pemain yang kita inginkan,
maka kita harus membuat anggaran agar tidak melebihi budget
yang sudah kamu
tentukan. seandainya anggaran melebihi budget mungkin kamu
bisa menyiasati
dengan “sewa” entah itu sewa kostum, properti atau alat
sehingga biaya tidak
terlampau membengkak.
7. Syuting dan Editing
Setelah ke enam komponen persiapan siap dan izin untuk pembuatan
film
sudah turun, maka kamu sudah bisa memulai proses syuting
sesuai dengan skenario
yang ada. Apabila proses syuting sudah selesai maka langkah
selanjutnya adalah
mengedit film berdasarkan urutan scene dalam skenario.
8. Review dan Revisi
Setelah melalui tahap editing bukan berarti film sudah jadi. Alangkah
baiknya
jika kamu meriviewhasil film yang sudah ada kemudian
melakukan revisi apabila ada
scene yang jelak dan tidak sesuai dengan skenario. Scene
tersebut bisa kamu buang
atau kamu ganti dengan yang baru.
9. Buat Promosi
Setelah semua proses pembuatan selesai, saatnya kamu mempromosikan
film yang kamu buat dengan berbagai media. Bis amelalui web,
blog, twitter, facebook,
poster, trailer, dan media lain.
10. Masukkan dalam DVD
Setelah seluruh proses persiapan, pembuatan, dan revisi selesai. Kamu
bisa
memasukkan film tersebut dalam keping DVD untuk digandakan.
Entah itu untuk
keperluan pribadi atau promosi.
2.6. Keunggulan dan Keindahan film Digital
1. Lebih Komprehensif
Perbedaan paling utama dan mendasar adalah kemampuan media
digital dalam
melaporkan peristiwa dengan lebih komprehensif pada
pembaca/audiens. Sebuah
berita di era digital tak hanya terdiri dari teks dan foto,
tapi juga tautan ke semua
peristiwa sebelumnya yang mengawali momen termutakhir dari
berita bersangkutan.
Dengan satu klik, pembaca bisa dibawa ke harta karun
informasi digital yang bisa
menjelaskan sejarah, kronologi dan konteks dari peristiwa
yang tengah diberitakan.
Peranan ini tentu saja tidak dimiliki oleh media cetak.
2. Lebih Otentik
Berita digital juga berpotensi lebih otentik, karena bisa
menampilkan realitas secara
lebih utuh. Bisa ada video di halaman yang sama dengan teks
dan foto, sesuatu
yang jelas menambah kredibilitas dan akurasi dari informasi
yang dimuat di sana.
Misalnya, saat seorang anggota DPR dituduh mencaci maki
seseorang, media
digital bisa menampilkan video atau audio ketika sang
politikus beraksi. Politikus itu
tak bisa berkilah kalau omongannya diplintir, atau wartawan
memfitnah dirinya,
kalau rekaman audio atau video ketika dia mencacimaki lawan
politiknya bisa
ditampilkan bersama berita.
Lihat saja kasus #papamintasaham. Peristiwa itu akan jauh
berkurang daya
ledaknya, jika tak ada rekaman audio yang beredar luas di
media sosial.
3. Big Data
Media digital yang belum banyak digali adalah kemampuannya
menampilkan big
data atau data besar. Semua angka-angka hasil survei
kesehatan, survei demografi,
sensus, angka-angka hasil pemantauan bertahun-tahun, kini
sudah banyak tersedia
sebagai data digital terbuka (open data) dan dengan mudah
dapat diakses di internet.
Ada portal data.go.id yang menampilkan seabreg
data pemerintah dari hampir
semua kementerian. Di Jakarta, sudah ada portal serupa.
Jika dulu suratkabar atau majalah hanya bisa memuat satu dua
paragraf temuan
berbagai survei itu dan melengkapinya dengan wawancara
dengan pakar untuk
menafsirkan data, kini data mentah itu bisa ditampilkan
dengan utuh di laman media
digital, dengan visualisasi yang menarik dan mengundang rasa
ingin tahu pembaca.
Jurnalisme data akan menjadi tulang punggung utama
jurnalisme di era digital,
karena teknik ini memungkinkan publik mengakses data mentah
dengan utuh,
tanpa perantara dari pakar, pemerintah atau pengamat.
Untuk itu, jurnalis harus belajar dan berusaha keras mencari
semua data-data
yang relevan buat publik, membersihkannya dan
menganalisanya, untuk kemudian
ditampilkan dengan visualisasi yang mudah dipahami audiens.
Hal itu sangat penting agar data tak berhenti sebatas angka,
namun bisa jadi
pengetahuan yang berguna.
4. Interaksi Langsung
Yang satu ini menjadi kemampuan media digital yang tidak
ditemukan di media
cetak manapun, yakni kemampuannya untuk terhubung langsung
dengan pembaca.
Relasi atau engagement antara media, jurnalis dan pembaca
kini memasuki era baru.
Pembaca kini adalah bagian dari redaksi, bagian dari
newsroom di era digital.
Mereka bisa memberikan tips, bocoran, saran, komentar,
secara real time, pada
redaksi. Aturan baku di media sosial adalah: selalu ada yang
lebih tahu dari Anda
di luar sana.
Pola diseminasi informasi di era digital kini multi arah,
tak lagi hanya searah dari
ruang redaksi yang “maha tahu” ke lautan pembaca yang perlu
“diberi tahu”. Media
massa kini adalah bagian dari percakapan publik, dimana
produksi informasi tak lagi
dimonopoli jurnalis.
Apa artinya? Ini kesempatan besar untuk jurnalisme menjadi
lebih relevan.
Bukankah jurnalisme pada dasarnya adalah upaya untuk
menyediakan informasi
yang penting dan berguna buat publik sehingga publik bisa
mengatur dirinya sendiri
dengan lebih baik?
Jika khalayak ramai bisa langsung berkomunikasi dengan media
dan menyampaikan
apa saja yang mereka anggap penting, bukankah itu akan
membuat redaksi dan
jurnalis bisa bekerja lebih baik?
Jika dulu sama sekali tidak ada percakapan antara wartawan
dan pembaca, kini
publik dan media bisa bersama-sama merumuskan agenda
pemberitaan,
memfokuskan perhatian pada lembaga-lembaga yang memang perlu
disorot karena
dampaknya yang besar untuk kehidupan orang banyak.
2.7. Teknik pembuatan naskah film Digital
1. Mulailah dengan Premis
Ada pepatah yang mengatakan bahwa jika kamu tak bisa
menjelaskan sesuatu
dengan sederhana, maka kamu tak cukup mengerti. Pepatah ini
berlaku dalam
penulisan skenario. Jadi, silahkan camkan baik-baik pepatah
tersebut sebelum
kamu memulai proses kreatifmu.
Kamu harus bisa menjelaskan ceritamu dalam satu kalimat.
Pernahkah kamu
mendengar istilah elevator pitch? Ini adalah istilah yang
menjelaskan sebuah
perandaian dimana kamu bertemu seorang produser ternama di
sebuah lift dan
tiba-tiba ia menanyakan apa yang sedang kamu kerjakan.
Penjelasan panjang
dan bertele-tele tidak akan membuatnya tertarik, sementara
beberapa detik kemudian,
ia sudah tiba di kantornya, meninggalkan kamu yang masih
belepotan menjelaskan.
Jelaskan dengan singkat, lugas, dan tepat.
2. Jabarkan Premis Menjadi Sinopsis Pendek
Kamu sudah punya satu kalimat yang menjelaskan film pendekmu
secara
keseluruhan. Sekarang, coba jabarkan satu kalimat ceritamu
menjadi tiga kalimat.
Tiga kalimat ini disebut sinopsis. Sekali lagi, jangan
terpaku pada detail-detail yang
tidak perlu karena kita belum sampai ke sana. Pilihlah
kalimat dengan bijak, karena
ini akan menentukan proses penulisanmu berikutnya. Jika kamu
mulai keluar dari
fokus, ingatlah kembali satu kalimat premismu, agar cerita
tidak kehilangan fokus.
Perhatikan pula hubungan sebab-akibat dalam menulis kalimat
sinopsis. Hubungan
sebab-akibat yang baik akan memudahkanmu dalam menulis babak
pertama, kedua,
dan ketiga. Ketiga kalimat tersebut haruslah mewakili ketiga
babak tersebut.
Babak pertama mewakili situasi awal, babak kedua
menceritakan pokok persoalan,
dan babak ketiga menceritakan penyelesaian.
3. Jabarkan Menjadi Sinopsis Panjang
Kini kamu sudah memiliki sinopsis pendek yang solid.
Sekarang tugasmu adalah
memasukan detail-detail dari ketiga kalimat sinopsis
pendekmu. Cara paling mudah
adalah menjabarkan ketiga kalimat sinopsis menjadi tiga
paragraf. Masing-masing
kalimat di langkah sebelumnya bisa kamu jadikan topic
sentence.
Apa itu topic sentence? Topic sentence adalah kalimat utama
dan pertama yang
mengidentifikasikan isi paragraf. Topic sentence selalu
ditulis di awal sebuah paragraf.
Ia harus bisa menjelaskan topik keseluruhan dalam satu
paragraf. Topic sentence
selalu didukung oleh kalimat-kalimat pendukung.
KalimatLanjutkan Menjadi Sebuah
Cerpen (Treatment)
Oke, sekarang ceritamu sudah semakin detail, bukan? Jangan
puas dulu, karena
perjalananmu masih panjang sampai naskahmu siap untuk
dieksekusi. Sekarang
kamu punya tiga paragraf yang berisi karakter, masalah, dan
tindakan yang diambil
oleh sang karakter. Tugasmu adalah menjabarkan lagi tiga
paragraf tersebut menjadi
cerpen (cerita pendek) yang terdiri dari beberapa paragraf.
Kamu bisa cari berbagai referensi cerpen baik di Google,
perpustakaan, maupun
toko buku. Jangan khawatir dulu soal dialog yang diucapkan
oleh karakter, jangan
khawatir pula soal pembagian adegan maupun urutan shot. Itu
urusan nanti.
Sekaramng fokus dulu pada penjabaran tiga paragraf sinopsis
panjang.
Berpeganglah pada struktur yang sudah kau tulis di sinopsis
panjang.
Ketika kamu mulai hilang fokus dan merasa cerita mulai
bertele-tele, buka kembali
premis utamamu dan ingat kembali apa yang menjadi fokus
utamamu.
Cara paling mudah untuk melakukannya adalah menjabarkan lagi
masing-masing
paragraf menjadi tiga paragraf. Misalnya dalam kasus Finding
Nemo, kamu bisa
jabarkan lagi paragraf pertama yang berisi situasi awal
hubungan Marlin dan Nemo
ke dalam tiga paragraf. Perkaya tulisanmu dengan
penggambaran latar tempat dan
waktu yang lebih detail. Bangun nuansa menggunakan kata-kata
sifat untuk
membantu pembaca memahami dunia yang sedang kamu bangun.
Lengkapi pula
dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh karakternya.
pendukung harus tetap
bersinggungan dan memperkuat topik utama.
4. Tulis Ulang Cerpenmu dalam Format Naskah &
Tambahkan Dialog
Jika kamu mengikuti petunjuk kami diatas, maka sekarang kamu
sudah memiliki
minimal 9 paragraf cerita pendek. Sekarang saatnya kamu
menuangkannya ke
dalam format naskah.
Sebelum ke sana, cara paling mudah untuk mempersiapkanmu
menulis naskah
adalah menjabarkan 9 paragraf tersebut ke dalam urutan
adegan (scene). Adegan
(scene) dibagi sesuai dengan latar tempat dan waktu. Apabila
suatu situasi terjadi
dalam satu tempat dan waktu, maka ia dihitung sebagai satu
adegan. Jabarkan
ceritamu ke dalam urutan latar waktu dan tempat. Lalu tulis
kejadiannya dengan
semakin detail.
Setelah melalui tahapan diatas, kamu juga harus
memperhatikan bagian-bagian yang
ada dalam naskah film. Suatu naskah film terdiri dari enam
bagian, yaitu:
Title Page
adalah judul yang akan dijadikan pedoman pertama bagi
seorang produser untuk
menilai apakah pembuat naskah itu seorang profesional atau
hanya amatiran.
Scene Heading
merupakan sebuah petunjuk dimulainya suatu naskah. Kata yang
digunakan yaitu
“EXT. — ” (cerita berlangsung di luar ruangan) dan “INT. —
(cerita berlangsung di
dalam ruangan). Kemudian diikuti nama sebuah tempat yang
harus ditulis dengan
huruf kapital.
Action
biasanya ditulis 2 baris dibawah Scene Heading. Action
adalah gambaran yang
menceritakan apapun yang akan terlihat dalam adegan film dan
selalu pada keadaan
sekarang ( Present Time ).
Dialogue
merupakan segala sesuatu yang dibicarakan oleh tokoh atau
karakter.
Parenthetical
adalah keterangan yang menjelaskan segala sesuatu yang
dilakukan oleh karakter
atau tokoh.
Transition
sebuah deskripsi pendek untuk menjelaskan bahwa cerita
berpindah dari scene ke
scene lain. Diantaranya adalah: CUT TO, DISSOLVE TO,
INTERCUT WITH atau
INTERCUT BETWEEN. Sedangkan pada akhir cerita biasanya FADE
OUT,
IRIS OUT, dll.